TribunPandawa.id, Cimahi — Kejutan politik datang dari tubuh internal PDI Perjuangan Cimahi Utara. Mochamad Taufik, Ketua Pengurus Anak Cabang (PAC) PDI Perjuangan Kecamatan Cimahi Utara, secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada Kamis, 17 Juli 2025.
Keputusan ini bukan datang tanpa gejolak. Taufik mengaku kecewa dan merasa "ditinggalkan partai" yang selama ini ia besarkan dari nol.
Penyebabnya, surat Keputusan dari DPC PDI Perjuangan Kota Cimahi yang mendadak membebastugaskannya dari posisi Ketua PAC tanpa penjelasan, tanpa pemanggilan, tanpa ruang klarifikasi.
“Saya tidak tahu salah saya apa. Tidak pernah dipanggil, tidak pernah diberi penjelasan.
Tiba-tiba keluar SK. Harga diri saya sebagai kader dan pimpinan PAC seperti diinjak-injak,” ungkap Taufik dengan nada kecewa.
Ia menegaskan, keputusan mundur adalah murni atas kehendaknya sendiri, tanpa paksaan dari pihak manapun.
Dari RW ke PAC, Perjalanan Panjang Seorang Kader
Taufik bukan kader karbitan. Ia tumbuh bersama PDI Perjuangan sejak Cimahi masih berstatus Kotif, sebelum menjadi kota otonom.
Memulai dari Ketua Anak Ranting tingkat RW, lalu Sekretaris Ranting Kelurahan Cibabat, kemudian naik menjadi Ketua Ranting, berlanjut menjadi Sekretaris PAC, hingga akhirnya dipercaya sebagai Ketua PAC Cimahi Utara.
“Saya tidak dibawa siapa-siapa ke partai ini. Saya datang sendiri karena keyakinan ideologis,” ujarnya tegas.
Selama menjabat, Taufik mengaku selalu loyal terhadap setiap instruksi partai, baik sebagai pribadi maupun sebagai Ketua PAC.
“Tidak ada satu pun instruksi partai yang saya bantah,” imbuhnya.
Namun, keputusan mendadak dari DPC PDI Perjuangan Kota Cimahi meninggalkan luka.
Bukan hanya soal jabatan, tapi rasa diperlakukan tidak adil dan dilecehkan secara martabat.
“Saya punya keluarga, sahabat, dan kehormatan. Keputusan ini melukai semuanya,” kata Taufik, menahan getir.
''Mundur Tapi Tidak Luntur''
Langkah pengunduran diri ini bukan sekadar reaksi emosional, tapi sebagai bentuk protes terhadap mekanisme internal partai yang menurutnya tidak berlandaskan etika dan aturan.
Taupik berharap, apa yang ia alami menjadi bahan refleksi bagi partai untuk tidak melupakan para kader yang telah berjuang dari akar rumput.
“Saya pamit, tapi perjuangan belum tamat. Biarlah saya mundur dengan kepala tegak,” tutupnya.*
