
Tribunpandawa.id, Cimahi — Tepat sebelum jalan menurun menuju pelataran Kantor Pemkot Cimahi, ada sebuah taman kecil yang teduh, tersembunyi di antara pepohonan rindang.
Di sanalah berdiri kokoh bangku abadi dan meja abadi yang terbuat dari beton. Tempat itu bukan sekadar taman biasa.
Warga sekitar mengenalnya dengan berbagai nama: Taman Bacun, ada juga yang menyebutnya Taman Aspirasi Rakyat Nasional, atau cukup disingkat Taman Anas.
Di sinilah segala cerita kehidupan sering mampir. Mulai dari obrolan politik, gosip kampung, keluh kesah tentang harga kebutuhan pokok, hingga sekadar canda tawa yang tak pernah basi, Taman Bacun memang tempat ‘berlabuh’ bagi siapa saja yang ingin rehat sejenak dari hiruk-pikuk kota.
Tak heran, taman ini menjadi ‘markas kecil’ para aktivis dan jurnalis. Salah satu sosok yang kerap terlihat duduk santai di sana adalah seorang jurnalis senior yang namanya sudah akrab di kalangan Cimahi, Mas Ratno Edi Sugondo SH, atau yang lebih akrab disapa Mas Gondo.
Mas Gondo bukan sekadar jurnalis, ia adalah ‘kronikus jalanan’ yang telah kenyang asam garam dunia aktivisme dan media. Hampir setiap sore, ia tampak santai duduk di bangku abadi itu, secangkir kopi hitam menemani, sambil sesekali menyulut rokok, menatap jauh ke arah gedung Pemkot.
“Tempat ini bukan cuma taman, tapi saksi bisu segala cerita rakyat Cimahi,” celetuk Mas Gondo, dengan nada khasnya yang santai namun dalam.
Menurutnya, Taman Bacun bukan cuma tempat untuk bersantai, melainkan juga arena bebas menyampaikan gagasan. “Di sini, siapa saja boleh bicara. Soal politik, ekonomi, atau sekadar berbagi kesedihan hidup,” ujarnya.
Kopi panas, bangku beton, dan angin sore yang mengalir di sela pepohonan rindang—semuanya terasa menjadi saksi atas segala rasa yang berpendar di taman itu.
Dari pagi hingga malam, Taman Bacun selalu terbuka untuk siapa saja yang ingin ‘berdamai’ sejenak dengan peliknya hidup.
“Kalau Cimahi itu punya paru-paru, taman ini mungkin jantungnya,” kata Mas Gondo, sembari tersenyum tipis.(Mang Cu)