Tribunpandawa.id, Denpasar - Deru kasus kejahatan siber kembali menggelegar di Bali.
Direktorat Reserse Siber (Ditreskrimsus) Polda Bali berhasil membongkar sindikat pencurian data pribadi yang beroperasi senyap dari sebuah rumah di Denpasar, namun dikendalikan dari luar negeri tepatnya Kamboja.
Kombes Pol Ranefli Dian Candra, Direktur Siber Polda Bali, mengungkap sindi8kat ini mengincar data sensitif warga, mulai dari KTP, Kartu Keluarga, hingga rekening bank. Semua data itu lalu dijual kepada seorang misterius berinisial M yang diduga "mengatur" jalannya permainan dari Kamboja.
“Mereka mengumpulkan data, lalu menjualnya ke Kamboja. Ini bukan sekadar penipuan biasa, tapi skema terorganisir lintas negara,” tegas Ranefli, Rabu (9/7/2025).
Enam orang kini telah diciduk CP, SP, RH, NZ, FO, dan PF.
Mereka beraksi dari sebuah rumah di Batas Jalan Dukuh Sari, Gang Cenderawasih Nomor 12, Denpasar Selatan. Lokasi itu ternyata markas mereka mengumpulkan rekening bank baru secara massal.
Modusnya licik. Mereka menawari warga.kebanyakan dari kalangan ekonomi lemah untuk membuka rekening bank baru, dengan iming-iming bayaran Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per rekening.
Katanya, rekening itu untuk "bisnis besar". Nyatanya? Dipakai transaksi judi online dan penggelapan pajak.
CP menjadi "bos kecil" di lapangan. Ia merekrut karyawan untuk mencari "nasabah" baru.
Setelah rekening dibuka, data KTP dan KK langsung diserahkan ke SP, lalu dikirim ke M di Kamboja, yang kini masuk daftar buronan.
“Ini sudah berjalan sejak September 2024. Mereka menyasar warga kurang mampu, yang mudah tergiur uang cepat,” ujar Ranefli.
Dalam penggerebekan, polisi menyita 90 unit ponsel (15 di antaranya sudah terhubung mobile banking), 16 kartu ATM, dua buku tabungan, dan lima buku catatan pelanggan.
Sindikat ini bukan sekadar sindikat kecil-kecilan. Data rekening itu dipakai untuk mencuci uang, transaksi valas ilegal, hingga menampung hasil judi online.
“Para pelaku dibayar antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta per rekening. Jelas ini jaringan besar,” ungkap Ranefli.
Kini para tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman hukuman berat.
Ranefli pun mengingatkan masyarakat: “Jangan pernah menyerahkan data pribadi sembarangan. Sekali bocor, risikonya bukan cuma uang, tapi masa depan Anda.”
Bali pun kembali jadi saksi, ketika kejahatan siber tak lagi mengenal batas negara.*
