Tribunpandawa.id, Bandung - Surat Edaran Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA dan ditandatangani secara elektronik oleh Gubernur Jawa Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025, banyak menimbulkan pro-kontra di masyarakat.
Surat Edaran ini ditujukan kepada Bupati/Wali Kota se Jawa Barat, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemda Provinsi Jawa Barat serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat. SE ini mengajak seluruh ASN, pelajar, dan masyarakat untuk meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial serta memperkuat pemenuhan hak dasar di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala keterbatasan anggaran maupun akses.
Sektretaris Gerakan Masyakarat Pemantau Pendidikan Untuk Reformasi (GEMPPUR) Dadan Sambas, Rabu (08//10/2025), melihat surat edaran ini khususnya dalam dunia pendidikan sebagai satu hal kebijakan yang terburu-buru, justeru bisa menimbulkan permasalahan baru di satuan pendidikan.
Selama ini pada satuan pendidikan dilarang untuk menarik dana partisipasi masyarakat atau orang tua siswa meskipun hal ini berkaitan dengan biaya operasional bagi putra-putrinya, yang dianggap memberatkan bahkan bisa dikategorikan pungutan liar.
Dengan keluarnya SE Poe Ibu ini justeru menjadi satu hal yang terbalik dalam dunia pendidikan, bahkan KCD telah mengeluarkan larangan adanya rapat antara satuan pendidikan, komite sekolah dengan orang tua siswa yang membahas masalah biaya pendidikan dengan konsep partisipasi masyarakat atau orang tua siswa, ujar Dadan.
Kepala satuan pendidikan seakan mendapatkan angin segar untuk mengumpulkan dana dari para siswa yang selama ini menjadi kegiatan menakutkan dan dilarang di satuan pendidikan serta ramai menjadi materi di media sosialnya seakan sebagai "ASN yang taat" pada atasannya.
Dadan berharap Surat Edaran ini ditinjau kembali sebelum benar-benar siap dilaksanakan, lebih baik berdayakan komite sekolah yang jelas memilki tugas membantu meningkatkan mutu layanan pendidikan dengan konsep berdasarkan regulasi, bahkan bisa didukung dengan surat edaran Gubernur Jawa Barat, karena selama ini komite sekolah seakan tidak memiliki ruang untuk bergerak.
Permasalahan dunia pendidikan menjadi masalah kita bersama, kita tidak bisa menutup mata bahwa bantuan pendidikan baik BOS, atau BOPD/BPMU (Kalau Ada) belum menjadi biaya ideal bagi operasional pendidikan per satu siswa serta banyaknya program "inovatif" oleh Kang Dedi Mulyadi di masa awal menjadi Gubernur Jawa Barat tentunya harus diimbangi dengan kebijakan yang mendukungnya, jangan sampai menjadi beban tambahan bagi masyarakat tetapi pemerintah harus benar-benar hadir, tegas Dadan.
Program bantuan yang dikucurkan oleh pemerintah pusat menjadi satu hal yang harus kita kawal seperti MBG, program rehab dan revitalisasi satuan pendidikan agar bisa tepat guna dan prosesnya pun berjalan dengan lancar, baik dan aman yang bebas dari gangguan.
Jadi sebelum mengeluarkan satu kebijakan mari kita selesaikan program yang sedang berjalan, jangan sampai gagal menciptakan generasi emas di tahun 2045, pungkas Dadan.***