Tribunpandawa.id, Cimahi – Di balik deretan berita yang terpampang di layar gawai, ada sosok-sosok tanpa lelah yang terus menulis di antara gemuruh waktu.
Mereka adalah jurnalis terutama para penggiat media online yang tak sekadar menyusun kalimat, tapi menggerakkan nurani publik.
Jurnalisme online adalah dunia yang terus berdetak. Di sinilah inspirasi bisa hadir kapan saja dari deru mesin kota, obrolan warung kopi, hingga lirih suara rakyat kecil yang kerap luput dari perhatian. Dari situlah sebuah langkah jurnalistik bermula, dari kepekaan hati.
Salah satu jurnalis senior di Kota Cimahi, Adang K., membagikan pandangannya dengan senyum khasnya.
"Sebuah artikel bukan sekadar tumpukan kata. Itu hasil dari perenungan, pengamatan, wawancara, dan yang terpenting: kepekaan nurani terhadap denyut kehidupan,” ujarnya.
Adang juga mengutip pepatah lama yang masih sangat relevan di dunia jurnalistik hari ini,
"Belajarlah menikmati pahitnya kesabaran, sampai nanti kau menikmati manisnya kesuksesan."
Menurutnya, menjadi jurnalis bukan untuk mencari panggung, melainkan menyediakan cermin bagi masyarakat dan penguasa agar melihat realita dengan jujur dan membenahi kekeliruan.
"Kritik itu bukan peluru, tapi cermin. Dan jurnalis, adalah pemegang cerminnya," tambah Adang mantap.
Dalam arus zaman yang bergerak cepat, satu hal yang tak berubah: peran jurnalis sebagai kontrol sosial. Ketika kekuasaan lupa diri, suara jurnalis menjadi pengingat. Meski kerap dianggap mengusik, mereka tetap menulis karena mencintai negeri ini.
Kepada semua insan pers, khususnya di Cimahi dan sekitarnya.
Tetaplah menjadi lentera di tengah kabut informasi. Jaga hati, jaga integritas.
Karena dari tulisan-tulisan kecil, perubahan besar bisa lahir. (Mang Cu Bacuner’s)

